SELAMAT DATANG

BLOG INI MERUPAKAN PELATIHAN PERENUNGAN DIRI

Senin, 18 April 2011

MENANAM TAUHID

Penanaman tauhid sejak dini. Mungkin itu jarang dilakukan orang karena mengaggap anak kecil belum tahu apa-apa. Tidak akan paham. Jangankan kata tauhid yang mengandung makna begitu dalam. Hal-hal sepele dan sederhana saja mereka tidak mampu memahami. Idealisme yang bersifat konseptual bergulat dengan daya remeh yang berlebihan.
Di sisi lain kita juga mengakui bahwa hal yang diajarkan sewaktu kecil akan sangat mengakar. Anak kecil ketika mendapat sebuah pengajaran cenderung menganggap ajaran yang baru ia terima itu sebagai kebenaran mutlak, taken for granted. Selain itu, hal yang sudah ia terima dan masuk ke dalam file otaknya akan sulit terhapus dari memory.
Menanamkan tauhid sejak usia dini tidak perlu menggunakan definitif konseptual, pembagian uluhiyah dan rububiyah serta asma’ wa shifat. Mengenalkan Tuhan kepada anak kecil membutuhkan sesuatu yang bersifat terapan, bagaimana anak itu meyakini bahwa Alloh itu ada dan Dia adalah satu-satunya wujud. Tauhid uluhiyah, rububiyah dan pengenalan asma wa shifat perlu dilakukan dengan melihat alam ini secara langsung. Hal seperti ini membutuhkan bagaimana orang tua menghubungkan anak tersebut dengan alam.
Manusia modern banyak melupakan alam semesta sebagai wujud dari ciptaan Tuhan. Mereka sibuk dengan urusan yang mereka sebut sebagai ciptaan mereka sendiri. Manusia menjadi tuhan-tuhan baru bagi dirinya, bagi lingkungan sekitarnya dan juga merasa menjadi “tuhan” baru bagi Tuhan sebenarnya. Manusia membuat konsep Tuhan yang mereka sembah sesuai dengan pola pikir dan kehendak hatinya. “Beginilah tujuan Tuhanku,” begitu kata mereka.
Kita bisa saja terlambat dalam hal mengajarkan tauhid pada anak kita, lalu mengajarkan sholat pada saat mereka sudah menginjak dunia pendidikan dan mereka mulai belajar sholat. Namun efeknya, mereka akan menjalankan sholat tanpa perenungan. Mereka tidak terbiasa merenung. Mereka tidak biasa memahami sesuatu lebih dalam. Maka sholat yang kita ajarkan menjadi sekedar rangkaian gerakan dan rangkuman mantra-mantra. Dia terlepas dari hakekat sholat yang sedang ia jalankan.
Dengan kedekatan manusia dengan alam dan pengajaran yang kita berikan pada anak sejak dini alan mengarahkan dia tentang hakekat hidup, bahwa ada satu Dzat yang menjadi sebab dari semua gugusan bintang yang kerlap-kerlip di malam hari. Ada ada satu Dzat yang menciptakan cahaya bulan dari pantulan sinar matahari. Dan Dia satu-satunya. Dia tak ada duanya. Dia adalah penguasa seluruh jagat raya. Dia adalah yang mencipta dan mengaturnya. Dia adalah pemberi hidup bagi makhluk-makhluk yang merayap di hamparan bumi. Dia yang menciptakan segalanya. Hanya dia yang berhal disembah. Hanya dialah satu-satunya hakekat hidup kita dia arahkan.
Wallohu a’lam
19 April 2011

PRO DAN “ANTI” PERUBAHAN

Ada sebuah ungkapan, Ini zaman perubahan. Segalanya sudah banyak berubah. Ada ungkapan lain menyatakan satu-satunya hal yang tetap di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Ungkapan kedua ini menunjuk sesuatu yang lebih ekstrim dari ungkapan pertama yang hanya saat ini saja yang disebut zaman perubahan.
Sebagian orang membanggakan perubahan sebagai dewa. Sebagian lain merasa terusik dan prihatin dengan perubahan itu. Tulisan ini tidak sedang berbicara masalah politik, jadi pembaca tidak perlu berpikir tentang reformasi dan status quo, serta ketidakpastian-ketidakpastian lain.
Orang yang menyukai perubahan menginginkan segalanya berjalan ke arah lebih baik. Semua sisi kehidupan diharapkan menuju jalan yang lebih tinggi. Naik tingkat dan serajatnya. Begitulah maksudnya. Tidak ada maksud lain kecuali bertambahnya kebaikan di semua lini. Kesejahteraan, kemakmuran, kerukunan, martabat, pendidikan, ekonomi, taraf social, kesadaran akan tata nilai, budaya dan sebagainya semua diharapkan menjadi lebih baik dari kemarin.
Orang yang terusik dan memprihatinkan perubahan melihat perubahan yang sedang berlangsung menuju ke arah yang lebih buruk. Kesadaran masyarakat mulai menurun, terjadi dekadensi moral, kriminalitas meningkat, korupsi, kolusi, perzinaan, perjudian, pembunuhan, pencurian, perampokan (dalam berbagai bentuknya), penurunan filter terhadap tata nilai adat istiadat, kohesi sosial dan sebagainya. Semua menjadi luntur oleh zaman yang sudah berubah.
Itulah intinya.
Orang yang pro perubahan dan yang terusik oleh perubahan ternyata memiliki KESAMAAN. Mungkin sebagian orang yang mendewakan perubahan mengolok-olok orang yang “anti” perubahan. Demikian pula sebagian orang yang “anti” perubahan mengolok-olok orang yang pro perubahan. Tetapi sebenarnya yang mereka inginkan adalah hal yang sama. Mereka memiliki titik temu pada tujuan yang mereka harapkan.
Tentu ini bisa terjadi manakala keduanya berada di jalur yang semestinya dan tidak ada sesuatu yang disebut dengan kepentingan. Soalnya, jika kepentingan berbicara, maka seluruhnya akan runtuh. Judul di atas tidak lagi PRO PERUBAHAN DAN “ANTI” PERUBAHAN, tetapi akan berubah menjadi “PRO” PERUBAHAN DAN ANTI PERUBAHAN.
Perbedaan tanda kutip menentukan makna yang dikandungnya. Bahasa yang diungkapkan sama persis, namun isinya benar-benar berbeda, bahkan bertolak belakang. Ini adalah awal pemikiran saya mengenai kulit dan isi. Banyak orang yang berbicara keras mengenai perubahan, namun ternyata di balik itu dia menyimpan sesuatu. Banyak pula orang yang memprihatinkan perubahan, namun ternyata di balik itu dia menyimpan sesuatu. Jangan menilai sesuatu secara sekilas dan hanya melihat kulit luarnya saja. Walohu a’lam….
17 april 2011